Dosen : Cepi Kurniawan, S.Si., M.Si., Ph.D.
Disusun Oleh :
Kelompok 5 :
1.
Aprilia Kristian (4311417001)
2.
Muh. Agham M. (4311417006)
3.
Reva Novianis (4311417015)
4.
Findy Febriyani (4311417029)
5.
Rifatul Himah (4311417033)
JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
SEMARANG
2019
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
TUJUAN
Tujuan
dari percobaan ini adalah untuk mensintesis Zn salisilat dari asam salisilat
dan mengetahui interaksi dari Zn-salisilat dengan asam amino.
1.2
TINJAUAN PUSTAKA
Asam asetil
salisilat atau yang lebih dikenal dengan asetosal atau aspirin merupakan
senyawa yang memiliki khasiat sebagai analgesik, antipiretik, dan anti
inflamasi pada penggunaan dosis besar.
Asam salisilat telah digunakan secara luas
di masyarakat. Salah satu efek yang
dimiliki adalah efek analgesik
dikarenakan efek sampingnya yang dapat mengiritasi lambung. Untuk mengurangi
efek iritasi lambung ini, asetosal biasanya dibuat dalam bentuk tablet biasa. Asam salisilat memiliki struktur seperti berikut
(Annuryanti, 2013).
Seng
adalah salah satu elemen jejak paling melimpah di dalam tubuh. Ini adalah
komponen penting banyak protein. Ion Zn2+ sangat berinteraksi dengan
sulfur, nitrogen, oksigen yang elektronegatif, tetapi tidak redoks aktif, itu
tidak mempromosikan pembentukan radikal bebas beracun.
Seng
(II) karboksilat dengan ligan organik menarik karena aktivitas biologis
potensial mereka. belajar dari sudut pandang ini tembaga (II) karboksilat dan
magnesium (II) karboksilat. Mempelajari Zn (II), Co (II), kompleks Mn (II) dan
Cu (II) dengan ligan berbasis pirazol. Senyawa dikarakterisasi dengan metode
termal dan spektroskopi FT-IR (Chomic, 2004).
Glisin
merupakan salah satu jenis asam amino non esensial. Karena itu, glisin dianggap
sebagai kondisional asam amino esensial untuk manusia dan mamalia lainnya meningkatkan
pertumbuhan yang baik. Dalam kasus burung, glisin sangat persyaratan penting
untuk pertumbuhan neonatal dan janin, karena neonatus dan janin tidak dapat menghasilkan
glisin yang memadai memenuhi aktivitas metabolisme yang dibutuhkan (Razak,
2017).
Dalam
sintesis pasti ada kaitannya dengan karakterisasi. Disini masing-masing
prekusor (asam salisilat dan zink nitrat) dikarakterisasi dengan menggunakan
FTIR dan spektrofotometer UV. Begitu pula dengan hasil sintesisnya yaitu Zn
salisilat. Untuk interaksinya dengan asam amino glisin, hasilnya akan dilakukan
karakterisasi dengan spektrofotometer UV saja. kedua instrumen tersebut
digunakan untuk analisis gugus fungsi untuk FTIR dan absorbansi untuk spektro
UV. Selain kedua instrumen tersebut, ada pula kamera dengan perbesaran 500x
untuk mengetahui bentuk dari kristal Zn salisilat. Konduktometer juga digunakan
analisi. Disini konduktometer digunakan untuk mengukur konduktivitas dari
larutan atau dari hasil sintesis yang kita gunakan.
BAB II
METODE PENELITIAN
2.1 ALAT DAN BAHAN
Alat: beker glass, gelas arloji, konduktometer, pipet volum,
spatula, neraca anlitik, spektrofotometer UV, FTIR, kertas saring, magnetic
stirrer.
Bahan: zink nitrat 1,3080 g, 1,3014 g asam salisilat, etanol
96% dan aquades.
2.2. METODE PENELITIAN
a. Sintesis Zn Salisilat
Disiapkan
1,3014 g asam salisilat dalam 10 mL aquades. Lalu distirrer dengan penambahan zink
nitrat 1,3080 g yang telah di larutkan dalam 10 mL aquades. Distirrer selama 10
menit hingga terbentuk endapan. Didiamkan beberapa saat dan kemudian dilakukan
penyaringan. Residu yang diperoleh kemudian di cuci dengan etanol sedikit dan
aquades berlebih. Residu yang diperoleh dikeringkan pada suhu ruang. Ditimbang
untuk mendapatkan rendemen.
b. Karakterisasi Zn-salisilat dengan FTIR
Disiapkan
sedikit sampel prekusor dan sampel hasil sintesis. Masing-masing di haluskan
dengan campuran KBr untuk dibuat peelet.dikarakterisasi dengan FTIR.
c.
Karakterisasi Zn-salisilat menggunakan spektrofotometer
UV
Dilarutkan
Zn salisilat didalam etanol. Dimasukkan dalam kuvet. Dilakukan analisis hingga
terbentuk spektrum.
d.
Uji konduktivitas
Dilakukan kalibrasi
dengan 111,8 mS. Lalu diujikan dengan pada Zn-salisilat.
e.
Menguji Interaksi Zn salisilat dengan pada Asam Amino
Disiapkan
Zn salisilat dan larutan glisin. Dicampurkan larutan glisin kedalam laruta Zn
salisilat. Dianalisis dengan spektrofotometer UV.
BAB III
ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
3.1 Analisis Menggunakan Mikroskop
Mikroskop adalah suatu alat optik yang
digunakan untuk melihat benda – benda yang berukuran mikro dan mampu menghasilkan perbesaran
hingga ratusan kali. Pada mikroskop yang digunakan kali ini dengan menggunakan
perbesaran 500 kali, sehingga terbentuk suatu kristal jarum pada zn-salisilat. Dari perbesaran mikroskop tersebut dapat diketahui
bahwa bentuk dari zn-salisilat yaitu berupa kristal jarum berwarna putih.
Gambar 1. Zn-Salisilat Hasil
Praktikum
|
Adapun hasil sintesis zn-salisilat pada mikroskop
perbesaran 500 kali, seperti pada Gambar 1 di atas.
3.2 Analisis Konduktometer
Pada praktikum ini
menggunakan konduktometer untuk mengukur daya hantar listrik yang diakibatkan oleh gerakan partikel di dalam
sebuah larutan. Tuju an
pengukuran dengan konduktometer adalah untuk mengetahui zn-salisilat dapat
menghantarkan listrik atau tidak. Faktor yang mempengaruhi daya hantar adalah
perubahan suhu dan konsentrasi. Apabila semakin besar suhunya maka daya hantar
juga semakin besar dan sebaliknya, apabila semakin kecil suhunya maka semakin
kecil pula daya hantar listriknya.
Prinsip kerja dari
konduktometer yaitu bagian konduktor atau yang di celupkan dalam larutan akan
menerima rangsang dari suatu ion-ion yang menyentuh permukaan konduktor,
kemudian hasilnya akan diproses dan dilanjutkan pada outputnya yakni berupa
angka. Semakin banyak konsentrasi suatu misel dalam larutan maka semakin besar
nilai daya hantarnya karena semakin banyak ion-ion dari larutan yang menyentuh
konduktor dan semakin tinggi suhu suatu larutan banyak maka semakin besar nilai
daya hantarnya, hal ini karena saat suatu partikel berada pada lingkungan yang
suhunya semakin bertambah maka partikel tersebut secara tidak langsung akan
pada lingkungan yang suhunya semakin bertambah maka partikel tersebut secara
tidak langsung akan mendapat tambahan energi dari luar dan dari sinilah energi
kinetik yang dimiliki suatu partikel semakin tinggi (gerakan molekul semakin
cepat). Sehingga semakin sering suatu konduktor menerima sentuhan dari ion-ion
larutan.
Pada praktikum ini
tidak menggunakan larutan standar untuk mencuci konduktor karena larutan standarnya rusak. Sehingga diganti
dengan aquadest untuk mencuci konduktornya.
Gambar 2. Konduktometer |
Gambar 3. Hasil Konduktivitas Zn-Salisilat |
Pada hasil yang
diperoleh dari konduktivitas zn-salisilat yaitu 32.8 mS. Jadi, daya hantar
listrik pada zn-salisilat tidak terlalu besar karena adanya faktor – faktor
yang mempengaruhinya seperti suhu kecil dan konsentrasi konsentrasi yang
digunakan juga kecil yaitu 10-4 .
3.3 Analisis FTIR
Gambar 4. FTIR Zn Salisilat |
Prinsip kerja FTIR
adalah interaksi suatu energi dengan materi. Dalam praktikum ini akan
menggunakan FTIR untuk karakterisasi Zn Salisilat, sebelum di lakukan
karakterisasi sampel dibuat pellet dengan KBr. Fungsi KBr yaitu untuk
merekatkan sampel dan kelebihan KBr yaitu tidak terbaca oleh FTIR. Pada
karakterisasi Zn Salisilat ini didapatkan 8 titik bilangan gelombang, pertama
pada bilangan gelombang 3238,86 cm-1 yang merupakan gugus –OH fenol. Pada bilangan
gelombang kedua didapatkan pada titik 2862,05 cm-1 yang merupakan gugus C-H alkana, selanjutnya
frekuensi gelombang 1661,05 cm-1 yang merupakan gugus C=O dari gugus karboksil,
pada 1612,05 cm-1 C=C merupakan gugus alkena, pada gelombang 1483,38
cm-1 dan 1444,46 cm-1 yaitu
ikatan C=C dari benzena, pada 1396,38 cm-1 yaitu nitro –NO2,
pada 1247,41 cm-1 merupakan C-O ester.
Gambar 5. Spektrum FTIR Zn Salisilat (Belloti, 2014)
|
Jika dibandingkan dengan spektrum FTIR
(Belloti, 2014) terdapat puncak yang berbeda pada frekuensi gelombang 1396,38
cm-1 yaitu nitro –NO2. Pada karakterisasi ini didapatkan
gugus nitro yang merupakan hasil dari nitrasi Zn(NO3)2.
3.4 Karakterisasi dengan UV
Spektrofotometer
Uv-Vis merupakan alat yang digunakan untuk mengukur transmitansi,reflektansi
dan absorbsi dari cuplikan sebagai fungsi dari panjang gelombang serta untuk
pengukuran didaerah ultra violet dan di daerah tampak. Prinsip kerja dari Spektrofotometer Uv-Vis
berdasarkan penyerapan
cahaya atau energi radiasi
oleh suatu larutan. Jumlah cahaya atau energi radiasi yang diserap memungkinkan
pengukuran jumlah zat penyerap dalam larutan secara kuantitatif (PECSOK et al.
1976; SKOOG & WEST 1971).
Perkusor yang
karakterisasi adalah Asam Salisilat. Karakterisasi perkusor adalah sebagai
pembanding senyawa asli dan senyawa yang digunanakan untuk melakukan sintesis.
Hasil karakterisasi perkursor Asam Salisilat didapatkan panjang gelombang 308,0 nm dengan absorbansi 2,815 sedangkan pada hasil
karakterisasi Zn-Salisilat didapatkan panjang gelombang 303,0 nm dan absorbansi
2,941. Berdasarkan hal tersebut didapatkan pergeseran panjang gelombang sebesar
5 nm. Berdasarkan literatur, perkusor dikatan membentuk senyawa baru apabila
hasil karakterisasi mendapat pergeseran panjang gelombang minimal lebih dari 5
nm.
Modifikasi
Zn-Salisilat dengan Glysin didapatkan hasil karakterisasi panjang gelombang 301,0
nm dengan absorbansi 2,842. Hasil tersebut jika dibandingkan dengan hasil
karakterisasi Zn-Salisilat didapatkan pergeseran 2 nm. Seharusnya modifikasi
Zn-Salisilat dan Glisin akan dihasilkan pertukaran ligan Salisilat dengan
Glisin menjadi Zn-Glisin.
Gambar 6. hasil karakterisasi Asam Salisilat dengan
Spektrofotometer Ultra-violet
|
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
- Dari perbesaran mikroskop, dapat diketahui bahwa bentuk dari zn-salisilat yaitu berupa kristal jarum berwarna putih
- Pada hasil yang diperoleh dari konduktivitas zn-salisilat yaitu 32.8 mS. Jadi, daya hantar listrik pada zn-salisilat tidak terlalu besar karena adanya faktor – faktor yang mempengaruhinya seperti suhu kecil dan konsentrasi konsentrasi yang digunakan juga kecil yaitu 10-4 .
- Untuk karakterisasi magnetite dengan FTIR dan UV diperoleh beberapa data yaitu :
·
FTIR
:
Didapatkan
8 titik bilangan gelombang,
-
pada
titik 3238,86 cm-1 yang merupakan gugus –OH fenol.
-
pada titik 2862,05 cm-1
yang merupakan gugus C-H alkana,
-
pada titik 1661,05 cm-1
yang merupakan gugus C=O dari gugus
karboksil,
-
pada
1612,05 cm-1 C=C merupakan gugus alkena,
-
pada
titik 1483,38 cm-1 dan
1444,46 cm-1 yaitu ikatan C=C dari benzena,
-
pada
1396,38 cm-1 yaitu nitro –NO2, Pada karakterisasi ini
didapatkan gugus nitro yang merupakan hasil dari nitrasi Zn(NO3)2.
-
pada
1247,41 cm-1 merupakan C-O ester.
·
UV
-
Hasil karakterisasi perkursor Asam Salisilat didapatkan panjang gelombang 308,0 nm dengan absorbansi 2,815
- Karakterisasi Zn-Salisilat didapatkan panjang gelombang 303,0 nm dan
absorbansi 2,941. Berdasarkan hal tersebut didapatkan pergeseran panjang
gelombang sebesar 5 nm. Berdasarkan literatur, perkusor dikatan membentuk
senyawa baru apabila hasil karakterisasi mendapat pergeseran panjang gelombang
minimal lebih dari 5 nm.
- Modifikasi Zn-Salisilat dengan Glysin didapatkan hasil karakterisasi
panjang gelombang 301,0 nm dengan absorbansi 2,842. Hasil tersebut jika
dibandingkan dengan hasil karakterisasi Zn-Salisilat didapatkan pergeseran 2
nm. Seharusnya modifikasi Zn-Salisilat dan Glisin akan dihasilkan pertukaran
ligan Salisilat dengan Glisin menjadi Zn-Glisin.
DAFTAR PUSTAKA
Annuryanti, F., dkk. 2013.
Kandungan Salisilat Bebas dalam Tablet Asetosal yang Beredar di Surabaya.
Berkala Ilmiah Kimia Farmasi. Vol.2(2).
Chomic, J. et.al. 2004. Thermal
Study of Zinc(ii) Salicylate Complex Compounds with Bioactive Ligands.
Journal of Thermal Analysis and Calorimetry. Vol. 76 (2004) 33–41.
Razak, M. A., dkk. 2017.
Multifarious Beneficial Effect of Nonessential Amino Acid, Glycine: A Review.
Hindawi Oxidative Medicine and Cellular Longevity. Volume 2017.
PECSOK, R.L.;
L.D. SHILEDS; T. CAIRNS; and I.G. MCWILLIAM 1976. Modern methods of chemical
analysis. 2nd ed. John Wiley & Sons, Inc., New York.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar