Minggu, 03 November 2019

“SINTESIS SENYAWA KOMPLEKS Zn SALISILAT DAN INTERAKSINYA DENGAN ASAM AMINO ”


Dosen : Cepi Kurniawan, S.Si., M.Si., Ph.D.







Disusun Oleh :

Kelompok 5 :
1.      Aprilia Kristian    (4311417001)
2.      Muh. Agham M.  (4311417006)
3.      Reva Novianis      (4311417015)
4.      Findy Febriyani    (4311417029)
5.      Rifatul Himah      (4311417033)


JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
SEMARANG
2019



BAB I

PENDAHULUAN


1.1  TUJUAN
Tujuan dari percobaan ini adalah untuk mensintesis Zn salisilat dari asam salisilat dan mengetahui interaksi dari Zn-salisilat dengan asam amino.

1.2  TINJAUAN PUSTAKA
Asam asetil salisilat atau yang lebih dikenal dengan asetosal atau aspirin merupakan senyawa yang memiliki khasiat sebagai analgesik, antipiretik, dan anti inflamasi pada penggunaan dosis besar. Asam salisilat telah digunakan secara luas di masyarakat. Salah satu efek yang dimiliki adalah efek  analgesik dikarenakan efek sampingnya yang dapat mengiritasi lambung. Untuk mengurangi efek iritasi lambung ini, asetosal biasanya dibuat dalam bentuk tablet biasa. Asam salisilat memiliki struktur seperti berikut 
(Annuryanti, 2013).

Seng adalah salah satu elemen jejak paling melimpah di dalam tubuh. Ini adalah komponen penting banyak protein. Ion Zn2+ sangat berinteraksi dengan sulfur, nitrogen, oksigen yang elektronegatif, tetapi tidak redoks aktif, itu tidak mempromosikan pembentukan radikal bebas beracun.
Seng (II) karboksilat dengan ligan organik menarik karena aktivitas biologis potensial mereka. belajar dari sudut pandang ini tembaga (II) karboksilat dan magnesium (II) karboksilat. Mempelajari Zn (II), Co (II), kompleks Mn (II) dan Cu (II) dengan ligan berbasis pirazol. Senyawa dikarakterisasi dengan metode termal dan spektroskopi FT-IR (Chomic, 2004).
Glisin merupakan salah satu jenis asam amino non esensial. Karena itu, glisin dianggap sebagai kondisional asam amino esensial untuk manusia dan mamalia lainnya meningkatkan pertumbuhan yang baik. Dalam kasus burung, glisin sangat persyaratan penting untuk pertumbuhan neonatal dan janin, karena neonatus dan janin tidak dapat menghasilkan glisin yang memadai memenuhi aktivitas metabolisme yang dibutuhkan (Razak, 2017).
Dalam sintesis pasti ada kaitannya dengan karakterisasi. Disini masing-masing prekusor (asam salisilat dan zink nitrat) dikarakterisasi dengan menggunakan FTIR dan spektrofotometer UV. Begitu pula dengan hasil sintesisnya yaitu Zn salisilat. Untuk interaksinya dengan asam amino glisin, hasilnya akan dilakukan karakterisasi dengan spektrofotometer UV saja. kedua instrumen tersebut digunakan untuk analisis gugus fungsi untuk FTIR dan absorbansi untuk spektro UV. Selain kedua instrumen tersebut, ada pula kamera dengan perbesaran 500x untuk mengetahui bentuk dari kristal Zn salisilat. Konduktometer juga digunakan analisi. Disini konduktometer digunakan untuk mengukur konduktivitas dari larutan atau dari hasil sintesis yang kita gunakan.




BAB II

METODE PENELITIAN


2.1  ALAT DAN BAHAN
Alat: beker glass, gelas arloji, konduktometer, pipet volum, spatula, neraca anlitik, spektrofotometer UV, FTIR, kertas saring, magnetic stirrer.
Bahan: zink nitrat 1,3080 g, 1,3014 g asam salisilat, etanol 96% dan aquades.

2.2. METODE PENELITIAN
a.   Sintesis Zn Salisilat
Disiapkan 1,3014 g asam salisilat dalam 10 mL aquades. Lalu distirrer dengan penambahan zink nitrat 1,3080 g yang telah di larutkan dalam 10 mL aquades. Distirrer selama 10 menit hingga terbentuk endapan. Didiamkan beberapa saat dan kemudian dilakukan penyaringan. Residu yang diperoleh kemudian di cuci dengan etanol sedikit dan aquades berlebih. Residu yang diperoleh dikeringkan pada suhu ruang. Ditimbang untuk mendapatkan rendemen.
b.   Karakterisasi Zn-salisilat dengan FTIR
Disiapkan sedikit sampel prekusor dan sampel hasil sintesis. Masing-masing di haluskan dengan campuran KBr untuk dibuat peelet.dikarakterisasi dengan FTIR.
c.       Karakterisasi Zn-salisilat menggunakan spektrofotometer UV
Dilarutkan Zn salisilat didalam etanol. Dimasukkan dalam kuvet. Dilakukan analisis hingga terbentuk spektrum.
d.      Uji konduktivitas
       Dilakukan kalibrasi dengan 111,8 mS. Lalu diujikan dengan pada Zn-salisilat.
e.       Menguji Interaksi Zn salisilat dengan pada Asam Amino
Disiapkan Zn salisilat dan larutan glisin. Dicampurkan larutan glisin kedalam laruta Zn salisilat. Dianalisis dengan spektrofotometer UV.



BAB III

ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN


3.1  Analisis Menggunakan Mikroskop
Mikroskop adalah suatu alat optik yang digunakan untuk melihat benda – benda yang berukuran  mikro dan mampu menghasilkan perbesaran hingga ratusan kali. Pada mikroskop yang digunakan kali ini dengan menggunakan perbesaran 500 kali, sehingga terbentuk suatu kristal jarum pada zn-salisilat. Dari perbesaran mikroskop tersebut dapat diketahui bahwa bentuk dari zn-salisilat yaitu berupa kristal jarum berwarna putih.
Gambar 1. Zn-Salisilat Hasil Praktikum

Adapun hasil sintesis zn-salisilat pada mikroskop perbesaran 500 kali, seperti pada Gambar 1 di atas.

3.2  Analisis Konduktometer
Pada praktikum ini menggunakan konduktometer untuk mengukur daya hantar listrik yang diakibatkan oleh gerakan partikel di dalam sebuah larutan. Tuju an pengukuran dengan konduktometer adalah untuk mengetahui zn-salisilat dapat menghantarkan listrik atau tidak. Faktor yang mempengaruhi daya hantar adalah perubahan suhu dan konsentrasi. Apabila semakin besar suhunya maka daya hantar juga semakin besar dan sebaliknya, apabila semakin kecil suhunya maka semakin kecil pula daya hantar listriknya.
Prinsip kerja dari konduktometer yaitu bagian konduktor atau yang di celupkan dalam larutan akan menerima rangsang dari suatu ion-ion yang menyentuh permukaan konduktor, kemudian hasilnya akan diproses dan dilanjutkan pada outputnya yakni berupa angka. Semakin banyak konsentrasi suatu misel dalam larutan maka semakin besar nilai daya hantarnya karena semakin banyak ion-ion dari larutan yang menyentuh konduktor dan semakin tinggi suhu suatu larutan banyak maka semakin besar nilai daya hantarnya, hal ini karena saat suatu partikel berada pada lingkungan yang suhunya semakin bertambah maka partikel tersebut secara tidak langsung akan pada lingkungan yang suhunya semakin bertambah maka partikel tersebut secara tidak langsung akan mendapat tambahan energi dari luar dan dari sinilah energi kinetik yang dimiliki suatu partikel semakin tinggi (gerakan molekul semakin cepat). Sehingga semakin sering suatu konduktor menerima sentuhan dari ion-ion larutan.
Pada praktikum ini tidak menggunakan larutan standar untuk mencuci konduktor karena  larutan standarnya rusak. Sehingga diganti dengan aquadest untuk mencuci konduktornya.
Gambar 2. Konduktometer     

Gambar 3. Hasil Konduktivitas Zn-Salisilat

Pada hasil yang diperoleh dari konduktivitas zn-salisilat yaitu 32.8 mS. Jadi, daya hantar listrik pada zn-salisilat tidak terlalu besar karena adanya faktor – faktor yang mempengaruhinya seperti suhu kecil dan konsentrasi konsentrasi yang digunakan juga kecil yaitu 10-4 .

3.3  Analisis FTIR
Gambar 4.  FTIR Zn Salisilat

Prinsip kerja FTIR adalah interaksi suatu energi dengan materi. Dalam praktikum ini akan menggunakan FTIR untuk karakterisasi Zn Salisilat, sebelum di lakukan karakterisasi sampel dibuat pellet dengan KBr. Fungsi KBr yaitu untuk merekatkan sampel dan kelebihan KBr yaitu tidak terbaca oleh FTIR. Pada karakterisasi Zn Salisilat ini didapatkan 8 titik bilangan gelombang, pertama pada bilangan gelombang 3238,86 cm-1 yang  merupakan gugus –OH fenol. Pada bilangan gelombang kedua didapatkan pada titik 2862,05 cm-1  yang merupakan gugus C-H alkana, selanjutnya frekuensi gelombang 1661,05 cm-1  yang merupakan gugus C=O dari gugus karboksil, pada 1612,05 cm-1 C=C merupakan gugus alkena, pada gelombang 1483,38 cm-1  dan 1444,46 cm-1 yaitu ikatan C=C dari benzena, pada 1396,38 cm-1 yaitu nitro –NO2, pada 1247,41 cm-1 merupakan C-O ester.
Gambar 5. Spektrum FTIR Zn Salisilat (Belloti, 2014)


Jika dibandingkan dengan spektrum FTIR (Belloti, 2014) terdapat puncak yang berbeda pada frekuensi gelombang 1396,38 cm-1 yaitu nitro –NO2. Pada karakterisasi ini didapatkan gugus nitro yang merupakan hasil dari nitrasi Zn(NO3)2.
3.4  Karakterisasi dengan UV
Spektrofotometer Uv-Vis merupakan alat yang digunakan untuk mengukur transmitansi,reflektansi dan absorbsi dari cuplikan sebagai fungsi dari panjang gelombang serta untuk pengukuran didaerah ultra violet dan di daerah tampak. Prinsip kerja dari  Spektrofotometer Uv-Vis  berdasarkan penyerapan cahaya atau energi radiasi oleh suatu larutan. Jumlah cahaya atau energi radiasi yang diserap memungkinkan pengukuran jumlah zat penyerap dalam larutan secara kuantitatif (PECSOK et al. 1976; SKOOG & WEST 1971).
Perkusor yang karakterisasi adalah Asam Salisilat. Karakterisasi perkusor adalah sebagai pembanding senyawa asli dan senyawa yang digunanakan untuk melakukan sintesis. Hasil karakterisasi perkursor Asam Salisilat didapatkan panjang gelombang 308,0 nm dengan absorbansi 2,815 sedangkan pada hasil karakterisasi Zn-Salisilat didapatkan panjang gelombang 303,0 nm dan absorbansi 2,941. Berdasarkan hal tersebut didapatkan pergeseran panjang gelombang sebesar 5 nm. Berdasarkan literatur, perkusor dikatan membentuk senyawa baru apabila hasil karakterisasi mendapat pergeseran panjang gelombang minimal lebih dari 5 nm.
Modifikasi Zn-Salisilat dengan Glysin didapatkan hasil karakterisasi panjang gelombang 301,0 nm dengan absorbansi 2,842. Hasil tersebut jika dibandingkan dengan hasil karakterisasi Zn-Salisilat didapatkan pergeseran 2 nm. Seharusnya modifikasi Zn-Salisilat dan Glisin akan dihasilkan pertukaran ligan Salisilat dengan Glisin menjadi Zn-Glisin.
Gambar 6. hasil karakterisasi Asam Salisilat dengan Spektrofotometer Ultra-violet




BAB IV

PENUTUP


4.1  Kesimpulan
  • Dari perbesaran mikroskop, dapat diketahui bahwa bentuk dari zn-salisilat yaitu berupa kristal jarum berwarna putih
  • Pada hasil yang diperoleh dari konduktivitas zn-salisilat yaitu 32.8 mS. Jadi, daya hantar listrik pada zn-salisilat tidak terlalu besar karena adanya faktor – faktor yang mempengaruhinya seperti suhu kecil dan konsentrasi konsentrasi yang digunakan juga kecil yaitu 10-4 .
  • Untuk karakterisasi magnetite dengan FTIR dan UV diperoleh beberapa data yaitu :
·         FTIR :
Didapatkan 8 titik bilangan gelombang,
-          pada titik 3238,86 cm-1 yang  merupakan gugus –OH fenol.
-          pada titik 2862,05 cm-1  yang merupakan gugus C-H alkana,
-          pada titik 1661,05 cm-1  yang merupakan gugus C=O dari gugus karboksil,
-          pada 1612,05 cm-1 C=C merupakan gugus alkena,
-          pada titik 1483,38 cm-1  dan 1444,46 cm-1 yaitu ikatan C=C dari benzena,
-          pada 1396,38 cm-1 yaitu nitro –NO2, Pada karakterisasi ini didapatkan gugus nitro yang merupakan hasil dari nitrasi Zn(NO3)2.
-          pada 1247,41 cm-1 merupakan C-O ester.

·         UV
-          Hasil karakterisasi perkursor Asam Salisilat didapatkan panjang gelombang 308,0 nm dengan absorbansi 2,815

-    Karakterisasi Zn-Salisilat didapatkan panjang gelombang 303,0 nm dan absorbansi 2,941. Berdasarkan hal tersebut didapatkan pergeseran panjang gelombang sebesar 5 nm. Berdasarkan literatur, perkusor dikatan membentuk senyawa baru apabila hasil karakterisasi mendapat pergeseran panjang gelombang minimal lebih dari 5 nm.

-   Modifikasi Zn-Salisilat dengan Glysin didapatkan hasil karakterisasi panjang gelombang 301,0 nm dengan absorbansi 2,842. Hasil tersebut jika dibandingkan dengan hasil karakterisasi Zn-Salisilat didapatkan pergeseran 2 nm. Seharusnya modifikasi Zn-Salisilat dan Glisin akan dihasilkan pertukaran ligan Salisilat dengan Glisin menjadi Zn-Glisin.



DAFTAR PUSTAKA

Annuryanti, F., dkk. 2013. Kandungan Salisilat Bebas dalam Tablet Asetosal yang Beredar di Surabaya. Berkala Ilmiah Kimia Farmasi. Vol.2(2).

Chomic, J. et.al. 2004. Thermal Study of Zinc(ii) Salicylate Complex Compounds with Bioactive Ligands. Journal of Thermal Analysis and Calorimetry. Vol. 76 (2004) 33–41.

Razak, M. A., dkk. 2017. Multifarious Beneficial Effect of Nonessential Amino Acid, Glycine: A Review. Hindawi Oxidative Medicine and Cellular Longevity. Volume 2017.

PECSOK, R.L.; L.D. SHILEDS; T. CAIRNS; and I.G. MCWILLIAM 1976. Modern methods of chemical analysis. 2nd ed. John Wiley & Sons, Inc., New York.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar